Sabtu, 06 Desember 2014

Wawasan Pemikiran Dan Wawasan Pemikiran Warga Muhammadiyah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Organisasi Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi masyarakat yang besar di Indonesia, yang berdampingan dengan organisasi lainnya, seperti Nahdatul Ulama (NU). Besarnya organisasi ini ditandai dengan berbagai kiprahnya yang sukses dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Islam Indonesia, antara lain: Muhammadiyah kini telah memiliki ribuan sekolah, ratusan perguruan tinggi, serta rumah sakit ataupun klinik yang tidak sedikit jumlahnya. Sementara dalam kehidupan masyarakat secara langsung, Muhammadiyah telah dinilai mampu mengantarkan warganya menjadi muslim modernis yang siap mengantisipasi masa depan. Pada bidang sosial politik, Muhammadiyah telah mampu menempatkan diri dalam kedudukan sejajar dalam soal tawar-menawar dengan pemerintah, sehingga Muhammadiyah hingga saat ini cukup aman dari konflik kepentingan pemerintah.

Keputusan Muktamar ke-44 bulan Juli 2002 yang lalu Muhammadiyah melepaskan azas pancasila dan kembali kepada azas Islam, merupakan sebuah kepeloporan dan tindak lanjut dari sosial tawar-menawar di atas. Memang berbicara soal masalah pemikiran dan gerakan politik Muhammadiyah dari masa ke masa selalu menjadi nomor satu dalam memperjuangkan amar makruf nahi munkar sebagai landasan berpikir berdirinya organisasi
Islam yang pertama di Indonesia pada tahun 1912 yang lalu.

Selain itu Muhammaiyah sebagai sebuah organisasi Islam yang tidak mempunyai kepentingan dengan “aspiring for power”, apakah itu untuk meduduki jabatan dalam bidang eksekutif ataupun dalam bidang legislatif, ia tidak mengarahkan gerakan politiknya kearah itu, namun bila ada warga Muhammadiyah yang menghendakinya, hal itu merupakan usaha pribadinya. Akan tetapi Muhammadiyah mempunyai kepentingan yang sangat besar untuk memantau lajunya pemerintahan, memperhatikan nilai-nilai moral pada pemimpin yang memegang amanah dan jabatannya.2 Makalah yang sederhana ini akan memaparkan secara singkat pemikiran dan gerakan Muhammadiyah dalam perpolitikan umat Islam khususnya di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah singkat Muhammadiyah?
2.      Bagaimana pokok- pokok dan aktualisasi pemikiran KH Ahmad Dahlan?
3.      Bagaimana pemikiran dan gerakan politik Muhammadiyah?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui sejarah singkat Muhammadiyah.
2.      Mengetahui pokok-pokok dan aktualisasi pemikiran KH Ahmad Dahlan.
3.      Mengetahui pemikiran dan gerakan politik Muhammadiyah





BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Sejarah Singkat Muhammadiyah
       Perkembangan dunia Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi Barat setelah sebagaian besar negara yang penduduknya beraga Islam secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imperialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagaian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam masyarakat Muslim itu sendiri. Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul ishmi, jika di lihat dari ajaran Islam, yang bersumber pada Qur’an dan sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid’ah, khurafat dan syi’ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu oleh otoritas madzhab dan taqlid pada ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur’an yang menjadi sumber ajaran hanya diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan tarjamah dan tafsir hanya bole h dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah khilafiyah dan furu’iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifatlaten.

Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. L Jamaluddin Al-Afghani banyak bergerak dalam bidang politik, yang di arahkan kepada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat. Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi kestatisan, syirik, bid’ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam.3 Retrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdul Wahab dalam gerakan Al-Muwahhidin telah mendapat dukungan politisdari penguasa Arab Saudi sehingga geakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar dan kuat.

Interaksi regular antara kelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebaba itu, di samping unsur-unsur lama yang terus bertalian seperti pemahaman dan pengamalan ajaran Islam yang sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antar kelompok, yang terpolarisasi dalam bentuk gerakan yang dikenal sebagai “kaum tua” berhadapan dengan “kaum muda” atau antara kelompok “pembaharuan” berhadapan dengan “antipembaharuan”.

Pemerinyah kolonial juga berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi konflik sosial berkepanjangan . selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh misi Khatolik maupun Zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh misi Zending sebagai pendudkung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana yang besar dari pemerintah.

Secara singkat lahirnya gerakan Muhammadiyah disebabkan dua faktor, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu; pertama, kehidupan beragama tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, karena merajalelanya perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat yang menyebabkan umat Islam menjadi beku; kedua, keadaan bangsa Indonesia dan umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan keunduran:; ketiga, tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat; keempat, lembaga pendidikan Islam tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari: pertama, adanya penjajahan Belanda di Indonesia:; kedua, kegiatan dan kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen Katolik di Indonesia; ketiga, sikap sebagai intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan zaman; keempat, adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.

Di tengah-tengah kondisi tidak menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai seorang yang peduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia secara umum dan masyarakat Islam secara khusus. Pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H/ 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta ia mendirikan organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi yang menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia bergerak di berbagai bidang kehidupan umat.

Nama Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad yaitu nama Rasulullah Saw, dan diberi tambahan ya nisbah dan ta marbuthah yang berarti pengikut Nabi Muhammad Saw. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah hasil Muktamar ke-41 di Surakarta. Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada ajaran Al-Quran dan Sunnah.

2.2. Pokok-Pokok Dan Aktualisasi Pemikiran KH Ahmad Dahlan
a. Pembaharuan Lewat Politik
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
b. Pembaharuan Lewat Pendidikan
Usahanya `memberi warna” pada Budi Utomo yang cenderung kejawen dan sekuler, tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan organisasi pendukung.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan pesantren yang biasanya ikut mati jika kiainya meninggal. Maka pada 18 Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu rumahnya sendiri ukuran 2,5 x 6 M di Kauman.
Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi (dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan tempat duduk panjang), dan sistem pengajaran secara klasikal.
Di sinilah Ahmad Dahlan menerapkan Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi penekanan arti pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf diberantas. Apabila umat Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya.
c. Pembaharuan Pemikiran Budaya
Ketika Grebeg Hari Raya dalam tradisi Kraton Yogyakarta jatuh sehari sesudah hari raya Islam, Kiai meminta menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Tengah malam, diantar Kanjeng Kiai Penghulu, Dahlan diterima Sang Raja dalam sebuah ruang tanpa lampu. Setelah Dahlan menyampaikan usul agar Grebeg diundur sehari, Raja bersabda bahwa Grebeg dilaksanakan sesuai dengan tradisi Jawa, Dahlan dipersilakan menyelenggarakan shalat Hari Raya sehari lebih dahulu.
Hubungan harmonis Dahlan dan pusat kekuasaan Jawa cukup unik dan menarik dikaji ketika kerajaan dipandang sebagai pusat tradisi Kejawen yang penuh mistik. Kelahiran Muhammadiyah sendiri berkait dengan kebijakan Hamengku Buwono VII dan VIII. Kepergian Dahlan naik haji dan bermukim di Mekkah adalah perintah langsung Sri Sultan Hamengko Buwono VII. Raja memandang penting Raden Ngabei Ngabdul Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) belajar Islam dari asal kelahirannya. Sepulang haji, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintahkan Dahlan bergabung dalam Boedi Oetomo. Reformasi Islam pun mulai berlangsung dari sini.
d. Pembaharuan Pemikiran Ekonomi
Jiwa ekonomi terlihat dari profil kehidupan KH. Ahmad Dahlan yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah Islamiyah.
Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan ekonomi rakyat, salah satunya adalah dengan membentuk komisi penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah di setiap cabang dan terbentuknya dana dakwah. Program-program ekonomi yang dirancang ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadiyah.
Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif (2005:223), dalam persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme. Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama.
2.3. Pemikiran Dan Gerakan Politik Muhammadiyah.
   Sebagai gerakan Islam modern Muhammadiyah mendasarkan programnya untuk: membersihkan Islam dari pengaruh ajaran yang salah, memperbaharui sistem pendidikan Islam, dan memperbaiki kondisi sosial kaum muslimin Indonesia. Diantara program-program ini, maka pendidikan merupakan aspek yang sangat menonjol dari pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah. Sebagai gerakan yang berlandaskan agama, maka ide pembaharuan Muhammadiyah ditekankan pada usaha untuk memurnikan Islam dari pengaruh tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam kaitan ini usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah banyak terkait dengan masalah-masalah praktis ubudiyah dan muamalah.
   Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak di bidang penddikan dan sosial keagamaan tidak banyak berbicara perpolitikan apalagi berkecimpung dalam politik praktis secara langsung.8 Namun sebagai sebuah organisasi yang besar dengan puluhan juta umatnya, Muhammadiyah tidak akan terlepas dari urusan politik. Pertanyaannya adalah politik seperti apa yang dipernkan Muhammadiyah? Tentu saja Muhammadiyah tidak akan mungkin memainkan peranan sebagai sebuah partai politik yang mempunyai tempat untuk berpolitik di parlemen, akan tetapi Muhammadiyah bisa saja mempengaruhi parlemen (DPR) untuk supaya aspirasi Muhammadiyah dapat dipenuhi, katakanlah dengan cara menghadiri “hearing” yang diselenggarakan oleh salah satu komisi di DPR.

   Selanjutnya Amin Rais dengan high politics-nya mengungkapkan bahwa bila sebuah organisasi menunjukkan sikap yang tegas terhadap korupsi, mengajak masyarakat yang luas untuk memerangi ketidakadilan, menghimbau pemerintah untuk terus menggelindingkan proses demokratisasi dan keterbukaan, maka organisasi itu sedang memainkan high politics. Sebaliknya, bila sebuah organisasi melakukan gerakan dan manuver politik untuk memperebutkan kursi DPR, minta bagian di lembaga eksekutif, membuat kelompok penekanan, membangun lobi serta berkasak kusuk untuk mempertahankan dan memperluas vested interest, maka organisasi tersebut sedang melakukan low politics. Dan dalam konteks seperti itulah Muhammadiyah tidak akan ikut bermain politik praktis.
   Realitas politik di Indonesia membawa Muhammadiyah untuk ikut berkecimpung (urun rembug) dalam membicarakan masalah suksesi 1998 yang digelar pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di Surabaya pada 11-13 Desember 1993, suksesi kepemimpinan yang berarti penyegaran atau pergantian unsur-unsur kepemimpinan nasional yang menyangkut presiden, wakil presiden, para menteri kabinet, para anggota DPR dan MPR. Alasan yang diungkapkan seperti yang dituturkan Amin Rais sebagai pimpinan Pusat Muhammadiyah pada saat itu, bahwa suksesi merupakan Sunnatullah atau proses alami. Selain itu bangsa Indonesia sudah merdeka hampir setengah abad, tetapi sebagai bangsa masyarakat Indonesia belum pernah punya pengalaman bagaimana cara memilih presiden. Baik Bung Karno maupun Pak Harto menjadi presiden karena proses sejarah, atau lebih tepatnya berkat aksiden sejarah. Muhammadiyah juga sebagai orang tua yang usianya 33 tahun lebih tua dari republik Indonesia, maka tidak salah kalau berbicara tentang perjalanan bangsa yang krusial seperti suksesi. Bahkan hal itu dirasakan sebagai kewajiban morilnya.
Dalam sidang tersebut Muhammadiyah mengajukan enam kriteria calon presiden: pertama, harus sudah teruji kesetiaannya pada Pancasila dan UUD 1945; kedua, punya integritas pribadi, tidak bermental korup dan dapat menjadi panutan; ketiga, punya komitmen kerakyatan dalam arti selalu mengunggulkan kepentingan bangsa di atas kepentingan golongan, partai, kelompok, keluargadan sebagainya; keempat, punya visi masa depan yang ditandai dengan perkembangan iptek; kelima, memperoleh akseptabilitas yang setinggi mungkin dalam masyarakat Indonesia yang serba majemuk; keenam, punya jangkauan (reach-out) internasional berhubung Indonesia tidak mungkin ber-autarki tanpa kerjasama dengan negara-negara lain.



BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Perkembangan dunia Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi Barat setelah sebagaian besar negara yang penduduknya beraga Islam secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imperialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Secara singkat lahirnya gerakan Muhammadiyah disebabkan dua faktor, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu; pertama, kehidupan beragama tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, karena merajalelanya perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat yang menyebabkan umat Islam menjadi beku; kedua, keadaan bangsa Indonesia dan umat Islam yang hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan dan keunduran:; ketiga, tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak adanya organisasi Islam yang kuat; keempat, lembaga pendidikan Islam tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik, dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari: pertama, adanya penjajahan Belanda di Indonesia:; kedua, kegiatan dan kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen Katolik di Indonesia; ketiga, sikap sebagai intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan zaman; keempat, adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda, demi kepentingan politik kolonialnya.

Di tengah-tengah kondisi tidak menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai seorang yang peduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat Indonesia secara umum dan masyarakat Islam secara khusus. Pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 H/ 18 Nopember 1912 M di Yogyakarta ia mendirikan organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi yang menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia bergerak di berbagai bidang kehidupan umat.

3.2.Saran
Dalam penyusunan makalah ini, diharapkan pembahasan di dalamnya dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan seluruh mahasiswa dalam menempuh mata kuliah Al Islam 4. Perlulah memelajari materi wawasan pemikiran dan wawasan dalam gerakan Muhammadiyah sebagai wawasan seorang muslim dan mencari hikmah yang ada di dalam materi tersebut.


























DAFTAR PUSTAKA